“Islam” secara bahasa berasal dari kata “aslama” (fi'il madli atau kata kerja lampau) yang berarti “ketundukan”, “kepatuhan”, seakar kata dengan kata “sulmaa”; “aslam” yang berarti “lebih aman”, “selamat,” “damai”, juga seakar kata dengan “sullam” yang berarti “tangga” atau “proses”. Ia memang merupakan proses awal tumbuhnya kedamaian dan kasih sayang. Sebenarnya kedamaian serta kasih sayang memang tidak dapat dihadirkan tanpa melalui “al-hukmu", “al-hakamah” (aturan, kekang) dan “al-mahabbah", “al-hubaab” (cinta-kasih). Karenanya, “aturan” dan “cinta-kasih” merupakan kata kunci lahirnya “arrahmah” (kasih sayang):'Alasan mengapa kata itu yang dipilih dan paling banyak digunakan dalam al-Qur'an dengan sebanyak 321 kali dibanding kata “hubb” (cinta) dan “wudd” (kasih) adalah pengertian kasih sayang yang ditampilkan Al-Qur'an lebih cenderung merupakan “suatu sifat yang terwujud dalam tindakan”.
Allah telah menyifati diri-Nya dengan sifat rahman dan rahim. Lalu, di setiap awal surat di al-Quran kita dapat bacaan Bismillahi-rahmanirrahim yang dengannya, diharapkan kita akan selalu mengingat dan membacanya di setiap awal langkah dan pekerjaan yang akan kita lakukan. Semua ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang sangat menekankan kasih sayang, bukan agama kekerasan.
Rasulullah Saw tak membutuhkan kilatan pedang untuk menundukkan orang yang berhati keras, cukup menyiraminya dengan kasih sayang. Pesona kelembutan sanggup melelehkan hati yang membatu sekalipun. Sifat Rasulullah Saw yang begitu lemah lembut menyebabkan semua orang menaruh rasa sayang kepadanya. Inilah salah satu rahmat Allah Swt. Tak pernah ada yang lebih berharga bagi Rasulullah Saw daripada sifat yang lemah lembut penuh kasih sayang, dan kesabaran yang begitu besar menghadapi kemarahan manusia.
Sejumlah manusia keras telah menjadi palang pintu utama perjuangan syiar setelah mendapat sentuhan lembut Islam. Antara lain, Umar bin Khathab yang berjuluk Singa Padang Pasir. Cahaya hidayah membuat keberaniannya bernilai ibadah di medan juang.
Khalid bin Walid, sebelum bersyahadat ia adalah lakon penting di balik kekalahan kaum Muslimin di medan perang Uhud. Tapi, bukan hunusan pedang yang membuatnya bertekuk lutut, namun kelembutan dakwahlah kemudian mengubahnya sebagai pejuang Mukmin sejati.
Pada suatu waktu, seorang laki-laki Arab melihat Rasulullah Muhammad Saw sedang menciumi salah seorang cucunya. Orang itu pun terkejut penuh kagum. Ia lalu bertanya, “Apakah engkau menciumi anak-cucumu, ya Rasulullah? Sesungguhnya aku mempunyai 10 cucu, namun aku tak pernah sekalipun menciumi mereka.”
Di lain kisah diceritakan, pada suatu saat Rasulullah melewati kebun seorang Anshar. Beliau melihat seekor unta yang lelah sedang meneteskan air matanya. Lalu, Beliau mendatanginya dan memegangnya hingga unta tersebut terdiam. Kemudian Rasulullah bertanya siapa pemilik unta itu, yang ternyata adalah milik seorang pemuda Anshar. Rasulullah pun bersabda, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah atas hewan yang telah Allah amanatkan kepadamu. Sesungguhnya engkau telah membuatnya sangat lapar dan sangat kelelahan.” Pemuda itu pun malu dan mengubah semua sikapnya kepada untanya.
Di lain waktu, Rasulullah sedang berdiskusi dengan para sahabat mengenai sifat rahmah. Beliau memerintahkan para sahabat agar selalu menjaga sifat ini pada diri mereka serta menjelaskan pentingnya kedudukan sifat ini dalam Islam. Sebagian sahabat berkata, “Sesungguhnya kami menyayangi para istri kami, anak-anak kami, juga keluarga kami.” Rasulullah tampaknya belum puas dengan penjelasan para sahabatnya. Penjelasan mereka hanyalah mengimplikasikan sifat rahmah dalam ruang lingkup yang sangat kecil, padahal beliau menginginkan sifat rahmah itu lebih universal, lebih luas maknanya. Karena itu, beliau pun menyatakan, “Bukan itu yang aku mau. Sesungguhnya yang aku inginkan adalah rahmah bagi seluruh alam.” Rahmah atau pengasih adalah sifat yang dimiliki oleh Allah Swt dan juga hamba-hamba-Nya. Apabila kita melihatnya sebagai salah satu sifat Allah, maka is memiliki arti sebagai Pemberi Rezeki dan Kebaikan dan bila kita lihat sebagai salah satu sifat manusia, maka is berarti lemah lembut kepada sesama.
Muslim yang baik adalah yang selalu menjaga sifat ini dan dapat menyebarkannya kepada sesamanya. Dengan demikian, akan terciptalah apa yang disebut Islam sebagai rahmah bagi seluruh alam. Salah satu ajaran akhlak yang paling utama bagi seorang Muslim adalah sikap kasih sayangnya. Ini mengingat Islam merupakan rahmatan lil alamin, agama yang mencurahkan kasih sayang bagi seluruh alam. Ajaran yang membebaskan manusia dari jeratan nafsu angkara menuju perdamaian yang menyejukkan.
Islam sangat memerhatikan kecerdasan sosial umatnya. Di manapun berada, kehadiran seorang Muslim hendaknya menjadi penyejuk yang mendamaikan. Kedatangannya dinanti dengan penuh harapan, kepergiannya ditunggu untuk kembali. Bukankah agama mulia ini berkembang pesat berkat perilaku santun pemeluknya yang lekas menarik simpati berupa untaian indah akhlak dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan) Etika sosial sangat dijaga. Harkat kemanusiaan tetap terpelihara dalam bingkai kasih sayang.
Ajaran Islam tentang kasih sayang telah lama dikumandangkan dengan sempurna dan indah. Namun, kebanyakan dari manusia tidak menyadari apa arti sesungguhnya dari kasih sayang itu sendiri sehingga dapat terhenti dan menyimpang dari aturan-aturan yang telah di firmankan oleh Allah Swt dan sabda-sabda Rasul-Nya. Sebagaimana syair yang mengatakan, “mawaddatuhu taduumu likulli haulin, wa hal kullun mawaddatuhu taduumu”, kasih sayangnya (manusia) selalu kekal untuk segala hal yang menakutkan, dan apakah setiap orang itu kasih sayangnya selalu kekal. (Jawaahirul Balaaghah: 407). Hal ini karena tidak diniatkan semata karena Allah yang tidak dijadikan sebagai ladang amal bahkan hanya untuk memperoleh keuntungan dan kesenangan duniawi saja. Makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri.
Rasulullah Saw bersabda, “Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah," “Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya.” (H.R. Turmudzi).
Dalam hadis tersebut,.kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara semuslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah Saw bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi. “Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih, “jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia)" (H.R. Ath-Thabrani).
Dalam hadis tersebut,.kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara semuslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah Saw bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi. “Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih, “jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia)" (H.R. Ath-Thabrani).
Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq r.a. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, “Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu." Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan. Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya.
Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota Fasthath (kemah).
Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi Saw dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia. Sifat kasih sayang adalah termasuk akhlak yang mulia yang dicintai Allah. Sebaliknya Allah sangat membenci akhlak yang rendah. Di antaranya kepada orang-orang yang tidak memiliki rasa belas kasih sayang. Ditegaskan hadis Rasulullah Saw, “Laa tunza'ur rahmatu illaa min syaqiyyin." “Rasa kasih sayang tidaklah dicabut melainkan hanya dari orang-orang yang celaka. “ (H.R. Ibn Hibban).
Yang dimaksud dengan orang celaka adalah orang yang tidak memiliki rasa kasih sayang di dalam hatinya baik untuk dirinya maupun orang lain. Di sinilah perlunya kita bermuhasabah, bertafakur, apakah diri ini sudah benar menjalani hidup. Bagaimana kita mengasihi dan menyayangi ciptaan Allah sebagai akhlak yang mulia. “Sesungguhnya Allah Swt Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, dan Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci akhlak yang rendah. “ (H.R. Na'im melalui Ibnu Abbas r.a.)
Mengapa begitu penting sifat kasih sayang itu? Dapat dimaklumi bila sifat kasih sayang ini tertanam didalam diri kita maka kehidupan di dunia akan menjadi penuh kedamaian. Pejabat tidak akan korupsi karena dorongan kasih sayang kepada sesama. Dia akan menyadari perbuatan korupsi itu akan menimbulkan kesengsaraan bagi orang banyak. Para suami juga akan bekerja keras dan tidak akan selingkuh karena dorongan rasa kasih sayang kepada istri yang diamanahkan Allah kepada dirinya. Para istri tidak berpaling dari amanah suami dan akan mengabdi kepada suami karena rasa cinta dan kasih sayangnya. Masyarakat akan bergotong-royong untuk saling membantu satu sama lain karena dorongan kasih sayang. Tiada kaum duafa yang terlupakan, tiada fakir miskin yang terlantar, tiada yatim piatu yang tersisihkan, tiada para orang tua yang teracuhkan, tiada pedagang yang mengejar laba semata, “tiada ulama yang hanya mengejar uang transport, tiada pejabat /penguasa yang acuh dengan rakyatnya, bila didalam hati tertanam sifat kasih sayang. Rasulullah Saw dalam hal ini bersabda, “Allah Swt mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling herbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (Allah Swt) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti." (H. R. Muslim).
Begitu indahnya sifat kasih sayang yang diberikan Allah kepada kita sehingga sifat kasih sayang itu telah menjadi kekuatan yang sangat dahsyat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan risalah kerasulannya. Begitupula Seluruh kaum Sufi menjadi obor penerang bagi masyarakat karena sifat kasih sayangnya.
Bila kasih sayang itu sudah tercabut dari seseorang maka orang itu tidak berhak lagi menyebut “dengan nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang; karena hanya orang yang mampu menggunakan sifat Allah (kasih sayang yang boleh melakukan perbuatan atas nama Allah. Dan Allah hanya memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada orang yang mempunyai sifat kasih sayang dengan sesama. Sebagaimana sabda Nabi “Sebaik baiknya kamu adalah yang paling banyak berbuat baik kepada orang lain." Perbuatan baik hanya mungkin dapat dirasakan baik jika dilaksanakan dengan penuh kasih sayang.
Marilah bersikap penuh kasih sayang kepada sesama. Karena sifat kasih sayang digunakan untuk menunjukkan sifat Allah Swt. Dan seharusnya sifat itu juga direalisasikan oleh manusia melalui perkenan “Yang Maha Pengasih” (ar-rahman) dan “Maha Penyayang” (ar-Rahim). Islam adalah rahmat bagi alam semesta Q.S. al-Anbiyaa': 107 “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi “rahmat” bagi semesta alam“. Wallahu a 'lam bishshawab.
(Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber)
Oleh: Eko Wahyudin, M.Pd
Guru Bahasa Inggris MAN Kandangan
Guru Bahasa Inggris MAN Kandangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar