Minggu, 21 Maret 2010

SENYUM

Oleh: Eko Wahyudin, M.Pd
Guru Bahasa Inggris MAN Kandangan
 
Menurut definisi ilmiah, senyum adalah ekspresi wajah yang dibentuk oleh tarikan otot terutama pada otot-otot di kedua ujung mulut. Kata senyum adalah kata yang indah dan menarik hati, menyenangkan, dan menggembirakan. Meski ringan, banyak orang berat untuk senyum pada saudara dan sesama manusia.Padahal, senyum adalah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang mulia. Jarir bin Abdillah Ra berkata, “Sejak aku masuk Islam, Nabi Saw tidak pernah menghalangiku untuk menemuinya. Dan, setiap kali berjumpa denganku, beliau selalu tersenyum padaku.” (HR. Al-Bukhari)
Jadi, meskipun ringan, senyum merupakan amal kebaikan yang tidak boleh diremehkan. Tersenyum dan bermuka manis adalah sunnah. Ia bukan sekadar suatu formalitas atau aktivitas kemanusiaan semata. Tersenyum adalah ibadah. Siapa pun yang melakukannya akan memperoleh pahala.
Senyum adalah Sedekah
Dari Abu Dzar Ra, Rasulullah Saw bersabda: “Engkau tersenyum di depan saudaramu adalah sedekah” (Riwayat Bukhari dari Kitabul Adab)
Senyum itu sedekah? Begitu mudah untuk mendapat pahala sedekah tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Tetapi, benarkah senyum itu mudah? Senyum adalah luapan batin. Ia merupakan ciri khas makhluk yang bernama manusia. Manusia mudah jatuh hati pada seseorang yang tersenyum. Senyum juga mampu menumbuhkan rasa gembira, menyebabkan hati menjadi damai. Senyum juga mampu mengusir duka.
Sebaliknya, tanpa senyum, orang akan menjauhkan diri dari kita. Manusia cenderung tidak menyukai sikap sombong, angkuh, kasar dan bengis. Firman Allah Swt, “Maka disebabkan rahmat Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS.Ali-Imran: 159)
Senyum dalam ajaran Islam bernilai ibadah. Seulas senyuman yang disunggingkan kepada seseorang setara dengan nilai bersedekah. Pengertian sedekah tidak terbatas hanya pada materi saja. Senyum merupakan sedekah yang paling mudah tetapi juga bisa menjadi sangat sulit diberikan oleh seseorang.
Pada dasarnya, semua orang bisa tersenyum dengan siapa saja. Namun, kadang karena ketidakseimbangan fisik  maupun mental membuat sebagian orang sulit untuk tersenyum. Senyuman itu dapat menggambarkan suasana hati seseorang.
Senyuman yang tulus dari seseorang meberikan refleksi kejiwaan positif kepada orang lain. Seorang muslim selalu diajarkan agar memiliki sifat lapang dada dan senantiasa terbuka menebarkan senyuman kepada orang lain. Lebih jauh tentang makna senyuman, seorang muslim yang tersenyum saja sama dengan menebarkan kegembiraan dan kasih sayang melalui senyumannya. Sejalan dengan misi Islam menebarkan keceriaan di muka bumi ini.
Nabi Muhammad telah memelopori pentingnya senyuman agar memberikan rasa nyaman kepada orang lain. Rasulullah pernah memotivasi para sahabatnya tentang makna senyuman itu. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh HR. Muslim, Rasulullah berpesan, “Janganlah kalian menganggap remeh kebaikan itu,  walaupun itu hanya bermuka cerah pada orang lain,”. Senyuman kini telah dikembangkan menjadi sebuah terapi yang menyejukkan diri sendiri dan orang lain. Senyuman dapat mempengaruhi penampilan seseorang sehingga orang merasa lebih dihargai dan terlayani. Sungguh luar biasa ajaran Islam yang meletakkan  dasar akhlakul karimah, “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah, beramar ma’ruf dan nahi mungkar yang kalian lakukan untuk saudaranya adalah sedekah, dan kalian menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat adalah sedekah.” (HR. Tirmizi dan Abu Dzar)
Rasulullah senantiasa berwajah ceria. Beliau pernah besabda untuk jangan terlalu membebani jiwa dgn segala kesungguhan hati. Hiburlah diri dengan hal-hal yang ringan dan lucu sebab apabila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat ia akan menjadi buta.
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapa pun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah. Senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapa pun senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh dan orang yang busuk hati.
Jika berbincang dengan para sahabat, Rasulullah selalu berusaha menghormati dengan cara duduk penuh perhatian dan ikut tersenyum jika sahabat melucu serta ikut merasa takjub ketika sahabat mengisahkan hal yang mempesona sehingga tiap orang merasa diri sangat diutamakan oleh Rasulullah.
Ragam Senyum
Tidak semua senyum itu sejati. Ada senyum yang muncul mewakili perasaan (ibtisamah syu'uriyah), ada juga senyum dusta (ibtisamah ghaira haqiqiyah). Senyum yang lahir dari perasaan adalah senyum sejati. Ia hadir saat seorang muslim bertemu dengan saudaranya atau menyaksikan peristiwa yang mengundang senyum. Pribadi Rasulullah Saw senantiasa dihiasi dengan sifat ini. Abdullah bin Harits mengatakan, “Saya belum pernah melihat seorang pun yang paling banyak tersenyum daripada Rasulullah Saw.” (Riwayat Ahmad)
Bukhari juga telah meriwayatkan sebuah hadis yang menyatakan bahawa Rasul Saw tersenyum melihat para wanita yang lari tunggang-langgang apabila mengetahui Umar bin Khattab Ra akan datang. “Engkau lebih keras dan kasar dibandingkan Rasul Saw,” kata para wanita kepada Umar Ra apabila ditanya kenapa reaksi mereka sebegitu rupa.
Senyum ketika mendengar berita gembira juga termasuk dalam senyum sejati. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar Ra apabila beliau dipilih oleh Rasul Saw untuk menemani baginda berhijrah ke Madinah. Ketika itu Abu Bakar Ra tersenyum hingga meneteskan air mata kegembiraan.
Senyum juga boleh untuk mengungkapkan perasaan kecewa dan sedih. Sebagaimana yang berlaku apabila Rasulullah Saw tersenyum kepada Ka'ab bin Malik (salah seorang dari tiga orang yang tidak turut serta dalam perang Tabuk). Ka'ab berkata, “Ketika aku datang kepadanya. Aku memberi salam, dan baginda tersenyum…”
Senyum dusta adalah hasil rekayasa (budaya atau dalam rencana melaksanakan sesuatu). Senyuman yang menghiasi diri sekadar memperolehi manfaat dari orang yang dihadiahkan senyuman. Seperti senyuman seorang jejaka untuk memikat perawan, senyuman para penjual untuk menarik para pembeli.
Senyum itu mudah. Senyum yang tulus itu sukar. Senyum dusta juga bukan suatu yang mudah. Oleh karena itu, senyum yang menjadi sedekah juga bukan semudah yang kita bayangkan. Sesungguhnya, “Senyum itu akan terasa berat dilakukan bagi jiwa yang belum dibiasakan dengan kebaikan….” (Muhammad Qutb). (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar