Rabu, 29 Februari 2012

Pemberdayaan Komite Madrasah Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan

Oleh Fatkul Huda, M.Pd.I
                Guru MTs Negeri Puncu

Sebelum era reformasi, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara sentralistik sehingga menempatkan sekolah (madrasah) sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah(madrasah) setempat, peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim, partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan , monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Dengan digulirkannya otonomi daerah, maka konsekuensi logis bagi managemen pendidikan nasional adalah perlu dilakukan penyesuaian diri dari pola lama menuju pola baru yang lebih demokratis. Penyelenggaraan pendidikan secara sentralistik bergeser ke desentralistik, pengambilan keputusan yang terpusat bergeser menuju pengambilan keputusan yang partisipasif.
Dalam paradigma lama, wali murid, madrasah, dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah-pisah. Pihak wali murid dan masyarakat dipandang tabu untuk ikut campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah. Apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional para guru. Dewasa ini, paradigma lama ini dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan. Wali murid memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yang diajarkan oleh guru di madrasah. Orang tua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa anak-anaknya diajar oleh guru-guru mereka. Dalam paradigma trandisional, hubungan orang tua siswa dan madrasah sudah mulai terjalin, tetapi masyarakat belum melakukan kontak dengan madrasah.
 Dalam paradigma baru (new paradigm) hubungan orang tua siswa, madrasah, dan masyarakat harus terjalin secara sinergis untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, termasuk untuk meningkatkan mutu hasil belajar siswa di madrasah. Madrasah adalah sebuah pranata sosial yang bersistem, terdiri atas komponen-komponen yang saling terkait dan pengaruh mempengaruhi. Komponen utama madrasah adalah siswa, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, kurikulum, serta fasilitas pendidikan. Selain itu, pemangku kepentingan (stakeholder) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini orang tua dan masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang harus dapat bekerja sama secara sinergis dengan madrasah dengan terbentuknya Komite Madrasah.
Organisasi peran masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebetulnya sudah ada  sejak dulu, misalnya BP3 ( Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan ), sekarang di era reformasi sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002 bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan tercapainya demokratisasi pendidikan perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat yang lebih optimal, organisasi peran masyarakat dalam pendidikan tingkat kabupaten/kota namanya Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat satuan pendidikan sekolah dibentuk Komite Sekolah ( Madrasah).
            Maksud dibentuknya Komite Madrasah adalah agar ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas madrasah . Komite Madrasah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.
Keberadaan Komite Madrasah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan/sekolah. Oleh karena itu, pembentukan Komite Madrasah harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada.
Peran Komite Madrasah adalah :
1. Sebagai lembaga pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
    kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
2. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,
    maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
    penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat
    di satuan pendidikan.
Fungsi Komite Madrasah untuk menjalankan peran yang telah disebutkan di atas, maka Komite Madrasah memiliki fungsi sebagai berikut : 
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
    pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (Perorangan/organisasi/dunia usaha dan dunia
     industri (DUDI)) dan pemerintah berkenaan dengan penyelengaraan pendidikan bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang
    diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai :
a. Kebijakan dan program pendidikan
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan
d. Kriteria tenaga kependidikan
e. Kriteria fasilitas pendidikan.
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5. Mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna
    mendukung peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelengaraan pendidikan di satuan
    pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan
    keluaran pendidikan di satuan pendidikan. 
Dengan peran dan fungsi Komite Madrasah tersebut di atas maka diperlukan kerja sama yang kompak antara lembaga/madrasah dan Komite itu sendiri, agar tujuan dari pendidikan berhasil maksimal. Bagi madrasah yang berada diperkotaan yang mendapat dukungan penuh dari Sumber Daya Manusia maupun orang tua murid, mengenahi peningkatan mutu pendidikan bukan merupakan masalah, tetapi bagi madrasah yang berada dipinggiran/pedesaan dimana kesadaran masyarakat akan pendidikan belum sepenuhnya disadari, perlu dorongan dari pemerintah dalam bentuk himbauan dan dukungan moril maupun materiil, agar supaya mutu pendidikan dapat merata, apalagi dengan adanya program MPMBM (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah ) yang menempatkan madrasah sebagai obyek perubahan ( inovasi) karena madrasah dapat lebih mandiri dalam pemberdayaan seluruh komponen dengan kondisi lingkungan yang ada di madrasah tersebut.
            Berbicara masalah mutu pendidikan tidak lepas dari output dan outcome dari suatu sekolah (madrasah), output merupakan hasil yang berupa angka/nilai akademik. Ada sebagian orang yang menganggap bahwa nilai Ujian Nasional adalah segala-galanya tentang keberhasilan pendidikan yang hanya diukur dengan nilai UN saja, tentu penilaian yang demikian itu tidak semuanya benar karena outcome juga penting, karena outcome ini merupakan hasil lulusan suatu madrasah akan meneruskan kemana ? Kalau Tsanawiyah yang dimaksud outcome adalah berapa prosenkah siswa yang melanjutkan ke MAN/SMK? Sedang outcome pada MAN, berapa prosen siswa yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi? Sedang kalau SMK berapa prosen siswa yang meneruskan ke Perguruan Tinggi atau terserap dalam dunia kerja ?
Bagaimana untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah biar outcome-nya baik terutama madrasah yang ada di pinggiran? Yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan proses dan kecakapan hidup ( life skill) sesuai dengan lingkungan yang ada di madrasah tersebut dan melibatkan  peran masyarakat yang peduli pendidikan yaitu Komite Madrasah.
Wallahu a’lam bisshowab.  ( Disarikan dari berbagai sumber )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar